Penguatan pemahaman politik bagi kaum disabilitas untuk mewujudkan keadilan sosial dalam pemilu
Denpasar – Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia berdiri di atas enam prinsip dasar: langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Prinsip-prinsip ini tidak hanya menjadi landasan pelaksanaan Pemilu, tetapi juga mewakili komitmen negara untuk menjaga keadilan dan inklusivitas dalam proses demokrasi. Setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat, terlepas dari agama, suku, atau status disabilitas nya, berhak untuk menggunakan hak pilihnya secara langsung. (18/9/2024)
Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa penyandang disabilitas masih menghadapi banyak tantangan dalam menyalurkan hak pilihnya. Keterbatasan fisik, mental, penglihatan, atau pendengaran sering kali menjadi penghalang bagi mereka untuk menjalankan hak politik secara mandiri. Minimnya aksesibilitas, informasi, dan dukungan lingkungan juga memperkuat keterbatasan mereka dalam menentukan pilihan secara bebas. Terlebih lagi, ketergantungan pada keluarga atau lingkungan terdekat, apabila tidak memberikan fasilitas yang cukup, membuat penyandang disabilitas sering kali tidak dapat berpartisipasi dalam Pemilu.
Isu ketidakadilan yang dialami oleh penyandang disabilitas dalam proses politik telah mendapatkan perhatian global melalui Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya pada tujuan ke-10 dan 16, yang menekankan pengurangan ketidaksetaraan. Untuk mewujudkan keadilan sosial dan kesetaraan politik bagi penyandang disabilitas, perlu adanya peran aktif akademisi dan masyarakat dalam memberikan pendidikan politik yang inklusif.
Maka kehadiran akademisi di tengah-tengah masyarakat penyandang disabilitas dan keluarganya sangatlah penting, untuk menumbuhkan kesadaran agar mereka dapat menggunakan hak politiknya. Sebagai akademisi yang berfokus pada politik, demokrasi, dan kepemiluan, Dr. Ni Wayan Widhiasthini S.Sos, M.Si. telah secara aktif memberikan pendidikan politik kepada penyandang disabilitas di Kabupaten Klungkung dalam rangka persiapan Pemilu Serentak 2024 dan Pilkada Serentak 2024. Peserta yang hadir, baik dari organisasi disabilitas maupun sekolah inklusif, diajarkan tentang pentingnya “politik kehadiran.” Artinya, penyandang disabilitas harus hadir di tempat pemungutan suara (TPS), baik secara mandiri maupun didampingi oleh keluarga dan lingkungan terdekat.
Selain itu, disabilitas juga perlu menyampaikan aspirasinya kepada para aktor politik melalui partai politik. Kebijakan yang inklusif dan memihak pada penyandang disabilitas tidak akan terbentuk tanpa adanya suara mereka. Peran mereka dalam proses politik dapat mempengaruhi keputusan parlemen yang nantinya akan melahirkan kebijakan publik yang berpihak pada pemenuhan kebutuhan disabilitas.
Dengan hadirnya penyandang disabilitas dalam kancah politik, kita dapat mewujudkan SDG 10 dan 16, yaitu mengurangi ketimpangan, sekaligus mempromosikan inklusivitas dan keadilan sosial bagi seluruh warga negara.